SUMENEP - Wasit adalah komponen penting dalam sebuah
pertandingan di cabang olaharaga mana pun. Kehadirannya sendiri
diharapkan dapat membuat laga berjalan dengan adil, namun bisa juga
sebaliknya.
Wasit di cabang olahraga sepakbola, mungkin yang
paling menjadi sorotan berbagai pihak. Keputusan-keputusan yang
diberikan oleh pengadilan lapangan terkadang menambah menarik laga
tersebut, bahkan hingga laga sendiri sudah selesai.
Terkadang,
wasit menjadi sosok yang paling menyebalkan bagi fans, pemain, pelatih,
hingga klub itu sendiri apabila merasa dirugikan oleh kinerjanya di
lapangan. Sebut saja wasit dari ajang Premier League, Mark Clattenburg,
yang sedang menjadi pembicaraan dan pemberitaan di mana-mana belakangan
ini.
Clattenburg dinilai telah merugikan kubu Chelsea saat
bertemu dengan Manchester United dalam laga lanjutan Premier League.
Keputusan-keputusannya yang dicap kontroversial disebut sebagai dalang
dari kekalahan 2-3 The Blues.
Beralih ke kompetisi Serie A di
Italia, hal yang tak jauh beda juga terjadi. Dalam laga Juventus kontra
Catania, wasit Andrea Gervasoni dinilai sudah memberi keuntungan kepada
Juventus yang berhasil menang dengan skor tipis 1-0.
Dari dua
kejadian yang terjadi di Premier League dan Serie A tersebut, sudah
sangat dipastikan sosok wasit yang menjadi pusat perhatian dan
disalahkan oleh pihak yang dirugikan. Yang kemudian, menimbulkan
pertanyaan disengaja atau tidak keputusan tersebut?
Memang,
sepakbola adalah olahraga yang juga menarik bagi para penggemar judi
untuk bertaruh pada sebuah tim yang akan berlaga. Tak sulit bagi mereka
untuk bertaruh, pasalnya sudah banyak rumah-rumah judi dan judi online
yang menjadi perantaranya.
Nah, bukan hal yang aneh bila hal
tersebut memunculkan kasus pengaturan skor terjadi. Serie A sudah
menjadi kompetisi yang paling banyak mengalami masalah tersebut, pemain,
pelatih, dan wasit pun terkena hukuman.
Namun, tak sedikit
keputusan-keputusan wasit dan asisten wasit yang kontroversial
dikarenakan human error. Yah, lagi-lagi semua berujung pada kalimat
‘Wasit Juga Manusia’.
Kita yang menyaksikan sebuah laga dari
layar kacar televisi sembari duduk manis, mungkin akan langsung bereaksi
dengan keras saat tim kesayangan dirugikan oleh keputusan wasit. Tapi,
akan menjadi berbeda bila kita yang berada di posisi sang wasit.
Wasit
seorang manusia yang juga memiliki keterbatasannya sendiri, yang
mungkin tak bisa melihat secara detail apa yang terjadi di lapangan.
Berbeda dengan kita yang menyaksikan di TV hasil dari beberapa kamera
yang menyorot proses sebuah gol.
Terkadang, wasit memiliki
pandangan tersendiri dalam melihat kejadian tertentu, bahkan berbeda
keputusan dengan hakim garis pun biasa terjadi. Namun, wasit selalu
dituntut untuk mengambil sebuah keputusan dengan cepat dan benar.
Pastinya,
itu bukanlah hal yang mudah dilakukan, termasuk oleh wasit yang sudah
banyak pengalaman. Melihat keterbatasan tersebut, UEFA sebagai
institusi tertinggi sepakbola di Eropa membuat beberapa jalan keluar.
Michel
Platini sebagai ketuanya memang tak ingin adanya sisi teknologi masuk
dalam olahraga ini. Alhasi, UEFA hanya memakai asisten wasit tambahan di
sisi gawang untuk melihat sebuah kejadian di dalam kotak penalti.
Lain
dengan UEFA, Federasi Sepakbola Dunia (FIFA) malah sangat semangat
memasukan unsur teknologi. Bahkan mereka resmi memberikan lisensi kepada
dua teknologi garis gawang, yaitu GoalRef dan Hawk-Eye.
Dampak
negatif dan positifnya dari cara UEFA dan FIFA dalam meminimalisir
masalah tersebut pastinya sudah ada. Telepas dari semua itu, tetap ada
sosok wasit yang sudah mencoba berusaha adil dalam memimpin sebuah
pertandingan.
Toh, bila sebuah klub yang merasa dirugikan oleh
pihak wasit bisa mengadukan hal tersebut kepada federasi sepakbola di
negaranya masing-masing. Tetapi, kita sebagai penikmat sepakbola sudah
pasti mengharapkan menariknya sebuah laga karena permainan dari kedua
tim dan gol yang tercipta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar