Sabtu, 13 Oktober 2012

Dilarang Menyelam!

Luis Suarez (merah).(foto:Reuters) 
Striker Liverpool Luis Suarez dan Gelandang Barcelona Sergio Busquets harus bisa meyakinkan pengadil di lapangan, bahwa mereka ialah olahragawan sejati, tidak suka berpura-pura jatuh, untuk mengambil keuntungan dalam pertandingan. Entah bagaimana caranya, yang pasti, mulai saat ini keduanya harus jujur. Jatuh bila memang sudah tidak bisa berdiri lagi, atau tetap berlari, jika memang masih mungkin.

Suka tidak suka, kedua pemain itu saat ini sedang menjadi bahan olok-olokan sebagian orang. Ini situasi yang kontraproduktif bagi Suarez dan Busquets. Bila media dan publik yang anti terhadap mereka, terus menerus menceritakan aksi drama mereka di lapangan, reputasi mereka bisa hancur. Wasit akan ragu untuk meniup pluit, tanda pelanggaran, saat melihat mereka terjatuh ketika berjibaku dengan lawan. Apa pasal? Khawatir bahwa pemain bersangkutan sedang akting, bukan jatuh sungguhan.

Soal apakah kedua pemain itu suka bermain “sinetron”, tentu bisa diperdebatkan, tapi cap negatif, yang terus menerus distempelkan kepada pemain, baik oleh media maupun suporter lawan, bukan tidak mungkin mempengaruhi para wasit. Korps pengadil memang dituntut objektif, tapi mereka orang biasa, yang setiap hari bisa membaca koran, mendengar gunjingan-gunjingan para suporter di dunia maya, atau ngintip-ngintip Youtube.

Luis Suarez sudah kena batunya. Saat melawan Manchester United, Suarez terjatuh di kotak penalti ketika diadang Johnny Evans. Tapi wasit M Hasley menganggap tidak ada yang salah dari aksi Evans, pertandingan pun terus berjalan. Suarez dan para pemain Liverpool cuma bisa gondok.

Di pertandingan dua pekan selanjutnya saat melawan Stoke City, Suarez kembali jadi sasaran cemoohan. Setidaknya dua kali mantan pemain Ajax Amsterdam itu terlihat jatuh tanpa sebab. Yang paling kentara saat dia dikepung di dalam kotak penalti.

Cercaan kepada Busquets juga tak kalah sadis. Busquets bahkan dinobatkan sebagai raja diving, oleh sejumlah fans, jauh sebelum cap itu melekat pada Suarez, karena pernah tertangkap kamera berpura-pura kesakitan dengan menutup wajah dengan tangan. Sialnya, bukan cuma Busquets, Barcelona juga kena stempel miring sebagai klub bertabur “pemain sinetron”, karena para pemain Blaugrana dinilai gampang terjatuh meski hanya “dicolek” sedikit. Terang saja, penilaian itu bisa jadi subjektif.

Namun yang jelas, aksi menyelam (diving) di atas lapangan hijau, bukan monopoli Busquets, Luis Suarez, atau para pemain Barcelona, seperti Iniesta, Mascherano dll. Kebetulan saja, mereka yang sedang menjadi sorotan, karena faktor yang beragam. Kalau mau jujur, saat United mendapatkan penalti di Anfield, Antonio Valencia lebih pantas dibilang diving dibanding Suarez. Valencia hanya sedikit tersentuh, namun terjerembab, dan wasit kemudian menunjuk titik putih. Sekali lagi boleh jadi ini subjektif. Tapi, kira-kira begitulah protes Glen Johnson, pemain yang dianggap wasit menjatuhkan Valencia, saat wawancara seusai laga.

FIFA sendiri menganggap aksi diving seperti kanker, yang harus diberantas dari sepakbola. Aksi diving, yang secara kasar memuat arti, tindakan pura-pura untuk mendapatkan keuntungan dari wasit, jauh dari unsur sportifitas, yang mengedepankan perjuangan gigih dengan cara jujur untuk meraih kemenangan.

Federasi Sepakbola Dunia itu tidak ingin diving menjadi kebiasaan di atas lapangan, karena akan mengotori sportifitas yang coba dijunjung tinggi. Tak heran, kalau FIFA dalam beberapa tahun belakangan kerap menghukum para diver. Instruksinya tegas tertuang dalam buku peraturan pertandingan. Siapa pun pemainnya, harusnya sadar. Jangan sekali-kali terlihat memegangi muka, padahal perutnya yang mengalami benturan. Bila ketahuan bohong, saksinya adalah kartu kuning.Bukan untung malah buntung kan.

Dengan perkembangan sepakbola yang semakin pragmatis, wasit kini dituntut mengenali aksi penipuan di lapangan. Pengadil harus bisa membedakan jatuh sungguhan dan pura-pura jatuh.

Sebuah studi pada 2008 merumuskan tanda-tanda untuk mengetahui pemain sedang berakting atau tidak. Ada tiga cara mengenalinya. Pertama mencermati jarak waktu antara benturan dengan jatuh.Kedua, aksi jatuh yang berlebihan, atau tidak nyambung. Misalnya secara logika, sang pemain seharusnya terjatuh ke samping, tapi justru seperti perenang memulai lomba; meluncur ke depan. Yang ketiga, pemain memegangi bagian tubuh yang tidak terbentur. Misalnya memegangi kepala, walau yang terkena tangan pemain lawan, ialah dadanya.

Gaya jatuhnya Luis Suarez di kotak penalti Stoke juga nyaris sama dengan ciri-ciri jatuh yang tidak normal. Yaitu mengangkat leher kebelakang , menjulurkan tangan ke depan, dan kaki melipat ke atas, atau disebut gaya “busur panah”. Perbedaannya tangan Suarez tidak terlalu melengkung ke atas. Ciri jatuh seperti itu dianggap bukan reaksi normal, karena refleks orang yang jatuh, biasanya melindungi tubuh, bukan justru membuka badannya untuk menghantam tanah.

Maka itu, benar atau tidak, suka atau tidak suka, para pemain terutama Suarez harus mulai mempertimbangkan lagi kebiasaan untuk berpura-pura jatuh, karena wasit tentu akan terus melakukan evaluasi untuk menanggulangi aksi para diver. Suarez tidak boleh berprinsip “biarkan saja mereka bicara,” kalau tidak mau peristiwa di kotak penalti United, 23 September lalu, terulang di pertandingan penting.

1 komentar: