Kamis, 29 November 2012

The Great Gerd Muller

Gerd Muller (Foto: FIFA) 
Seperti biasa, tidak ada pesta, tidak ada pidato, tidak ada hingar-bingar ketika Gerd ‘Der Bomber’ Muller merayakan ulang tahunnya yang ke-67 pada 3 November 2012 lalu.

Legenda hidup yang low profile ini memang tidak menginginkan adanya pesta kembang api, meski hidupnya hingga kini masih terikat dengan sepakbola dan Bayern Munich. Hubungan antara Muller dan Bayern sudah berlangsung selama lebih dari 40 tahun.

Semasa membela Bayern, Muller mencetak 542 gol dari 589 pertandingan, di mana 398 di antaranya dicetak di Bundesliga, rekor yang masih bertahan hingga sekarang. Gol-gol Muller sebagian besar berasal dari dalam kotak penalti dan itulah kenapa dia dijuluki Der Bomber.

“Semua yang dicapai oleh FC Bayern saat ini berawal dari Gerd Muller dan gol-golnya,” kata legenda terbesar Jerman, rekan setim, dan juga temannya, Franz Beckenbauer.

Kariernya di level internasional juga spektakuler dengan mengemas 68 gol dari 62 pertandingan alias rata-rata 1,1 gol per pertandingan, rasio gol yang lebih baik dari Pele (77 gol; 92 caps; 0,84) atau Ronaldo Luis Nazario da Lima (62 gol; 97 caps; 0,64). Itu cukup menegaskan keberadaannya di level elite pesepakbola hebat dunia sepanjang masa.

Muller kembali menjadi pembicaraan belakangan ini karena rekor 85 golnya pada 1972 yang merupakan rekor gol terbanyak pada tahun kalender hampir dipecahkan Lionel ‘Messiah’ Messi yang sepanjang 2012 ini sudah mencetak 80 gol (hingga melawan Spartak Moskow pada 20/11/2012).

Dalam nukilan buku David Winner berjudul Brilliant Orange: The Neurotic Genius of Dutch Football, dijelaskan alasan kenapa striker yang style-nya tidak seflamboyan Johan Cryuff, posturnya tidak seatletis Pele, dan larinya tidak sekencang Alfredo di Stefano bisa membawa Bayern serta tim nasional Jerman menguasai Eropa juga dunia.

“Muller itu pendek, kekar, tampilannya aneh, dan tidak cepat-cepat amat; dia tidak cocok dalam ide konvensional tentang pesepakbola hebat, tapi dia punya akselerasi mematikan pada jarak pendek, kekuatan udara yang tak bisa dipercaya, dan insting mencetak gol yang luar biasa.”

“Kakinya yang pendek, secara aneh membuat tekanan gravitasinya rendah, sehingga dia bisa berputar dengan cepat dan dengan keseimbangan sempurna juga berikut kecepatannya kerap menyebabkan pemain belakang lawan oleng. Dia juga bisa mencetak gol dari situasi yang tidak berbahaya sama sekali.”

Gerhard ‘Gerd’ Muller lahir pada 3 November 1945 di kota yang kaya peninggalan bangunan abad pertengahan, Nordlingen, sekitar satu setengah jam berkendara dari Munich, di distrik Donau-Ries, Bavaria. Dia besar di sebuah desa kecil bernama Zinsen.

Hingga sekarang, tiap kali Muller berbicara, dialek Nordlingen masih kental terdengar. Muller bocah, seperti anak-anak kecil di Jerman lainnya, tengah demam bal-balan menyusul keberhasilan tim nasional Jerman meraih Piala Dunia 1954 di Swiss. Keberhasilan yang begitu membanggakan seantero negeri karena mengalahkan The Wunder Team Hungaria dengan Ferenc Puskas-nya di final. Juga begitu luar biasa sebab belum genap 10 tahun lalu Jerman kalah di perang dunia II.

Muller memasang poster Helmut Rahn di kamarnya dan juga mengidolai pemain Tim Panser lain seperti Ottmar Walter, Hans Schaffer, Werner Liebrich, Max Morlock, hingga sang kapten nan legendaris Fritz Walter.

Untuk sekedar menyalurkan hobinya menendang si kulit bundar di lapangan rumput, Muller mesti pergi ke kota terdekat, yakni Nordlingen yang berjarak 20 km dari Zinsen karena di kampung halamannya itu tak ada lapangan sepakbola. Hampir setiap akhir pekan, Muller bersama teman-temannya pergi ke kota untuk bermain bola dan kedua orang tuanya tak pernah melarang. Bahkan, sang ibu selalu memberi bekal salad kentang saban kali Muller berangkat. Pada usia 15 tahun, Muller lalu bergabung dengan tim muda TSV 1861 Nordlingen.

Kehadirannya menggemparkan tim pelatih karena dia merupakan tipe pemain yang baru. Muller remaja terlihat begitu kecil seolah-olah punya masalah dengan berat badan, bahkan sempat dianggap tak pantas menjadi seorang olahragawan. Namun, Muller punya akselerasi hebat, dan kendati bertubuh kecil, dia benar-benar jadi ancaman di udara.

Skill-nya juga mengundang perhatian hingga tiga tahun kemudian, pada 1963, Muller dikontrak oleh tim utama TSV 1861 Nordlingen. Meski berstatus youngster, Muller langsung menjadi pemain penting bagi tim berkat rataan golnya yang fantastis. Dia benar-benar menjadi fenomena di dalam kotak penalti, menciptakan peluang dari situasi biasa saja, dan mencetak gol dari nyaris semua peluang tersebut.

Di tahun pertamanya bersama TSV, secara fantastis Muller mengemas 51 gol dari 32 pertandingan hingga mereka pun keluar sebagai Divisi V Liga Jerman. Kelak, 45 tahun kemudian atau tepatnya pada Juli 2008, Rieser Sportpark yang merupakan kandang Nordlingen diganti namanya menjadi Gerd-Muller-Stadion untuk menghormati sang legenda.

Kabar kehebatan Muller langsung merebak ke penjuru Jerman. Bayern Munich yang saat itu masih menghuni Regionalliga Sud alias Divisi Dua Liga Jerman menjadi klub yang beruntung meminangnya pada 1964. Namun, pelatih Bayern saat itu, Zlatko "Tschik" Cajkovski, tanpa tedeng aling-aling bilang, “Apa yang harus saya lakukan dengan atlet angkat besi ini?” Tubuh Muller yang kekar memang saat itu mirip dengan atlet angkat besi dari Eropa Timur.

High and Lows
Bersama Beckenbauer dan Sepp Maier, Muller menjadi bagian dari era keemasan Bayern. Selama 15 tahun membela Bayern, Muller mempersembahkan 4 gelar Bundesliga (1969,1972,1973,1974), 4 kali juara Piala Jerman (1966,1967,1969,1971), 3 kali juara Piala Champions (1974,1975,1976), 1 kali juara Piala Winners (1967), dan 1 kali Juara Piala Intercontinental (1976).

Pada 1970, Muller dianugerahi Pemain Terbaik Eropa dan menjadi orang Jerman pertama yang mendapat gelar tersebut. Pada musim 1972, Muller mencetak 40 gol di satu musim kompetisi, rekor yang juga belum terpecahkan hingga sekarang.

Muller, Beckenbauer, dan Maier ditambah Uwe Seeler bahu membahu di tim nasional Jerman Barat. Di Piala Dunia 1970 dia menjadi top skor dengan 10 gol. “Turnamen itu lebih penting dari 1974. Kami punya tim yang luar biasa, meski banyak orang yang menganggap skuad yang menjuarai Piala Eropa 1972 sebagai yang terbaik,” kata Muller.

Puncak pencapaian Muller terjadi saat membawa Jerman meraih Piala Dunia 1974. Gol penentu kemenangan dicetak oleh sang Der Bomber. “Bola masuk ke dalam area penalti dari Rainer Bonhof. Saya berlari menyongsongnya bersama dua pemain Belanda. Bola saya terima dengan kaki kiri, saya memutar sedikit, dan masuk,” kata Muller soal golnya pada menit ke-43 tersebut. Usai laga itu, Muller pensiun dari tim nasional di usia yang baru 28 tahun.

Setelah gantung sepatu, Muller terjebak dalam krisis jati diri. Muller belum siap menghadapi situasi dari sosok yang namanya senantiasa masuk koran dan televisi menjadi pria biasa yang menjalani kehidupan sehari-hari. Muller bingung mesti mengisi hari-harinya dengan kegiatan apa karena yang dia tahu hanya segala hal tentang sepakbola. Muller lalu melarikan diri dengan menenggak alkohol.

“Saya menghancurkan hidup saya,” kata Muller setelah tersadar dari kebiasaan mabuknya selama belasan tahun sejak akhir 70-an hingga awal 80-an. Teman-teman Muller, terutama Uli Hoeness yang pada era 90-an masih jadi pelatih Bayern, lantas menawarinya pekerjaan di klub sebagai pelatih pada 1992. Muller kini sudah sembuh dari ketergantungan alkohol dan bisa terus hidup untuk menyaksikan rekornya hampir dipecahkan Messi.

Di usianya yang hampir memasuki kepala tujuh, Muller sekarang menjabat sebagai asisten pelatih tim cadangan Bayern yang berkiprah di Divisi Empat Liga Jerman. Belum ada terlintas keinginannya untuk pensiun di usia yang sudah 67 tahun dan dia tak perlu melakukannya.

“Gerd bisa bekerja selama yang dia mau. Dia tak perlu kontrak. Selama dia mau datang ke tempat latihan, dia bisa bekerja bagi kami,” kata Hoeness yang kini berstatus presiden Bayern dalam ulang tahun teman lamanya tersebut. “Tak ada yang lebih baik selain berada di Bayern,” kata Muller.

0 komentar:

Posting Komentar